19 Desember 2009

Konsep Present Value Sebagai Justifikasi Kapitalis Atas System Bunga Dan Kritik Terhadapnya

Konsep Present Value Sebagai Justifikasi Kapitalis Atas System Bunga
Dan Kritik Terhadapnya

By : Alihozi


Perjalananku selama kurun waktu kurang lebih 8 (delapan) tahun untuk mengajak masyarakat khususnya ummat muslim agar meninggalkan system perbankan kapitalis dan kembali kepada system perbankan syariah merupakan suatu hal yang tidak mudah, banyak sekali hambatan untuk menyadarkan masyarakat muslim yang sudah ratusan tahun terbiasa dengan system bunga, sub systemnya perbankan kapitalis. Karena pendukung-pendukung kapitalis berusaha memberikan justifikasi yang kuat atas system bunga, sehingga masyarakat muslim banyak sekali yang merasa yakin kalau mereka sah-sah saja memungut bunga dari uang yang mereka pinjamkan.

Pada tulisan artikel saya sebelumnya, saya sudah mengungkapkan bahwa justifikasi kalangan kapitalis bagi bunga yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor dengan menginterprestasikannya sebagai hak modal atas sebagian profit yang dituai debitor berkat uang yang dipinjamnya adalah tidak berdasar , karena pada kenyataannya debitor banyak yang memakai uang pinjamannya bukan untuk aktivitas produktif (sector rill) seperti perniagaan barang dan jasa tapi untuk memutarkan uang tsb pada sector yang berbau spekulatif seperti untuk mengambil keuntungan pada instrument finansial market.

Selain justifikasi tsb di atas , sejumlah pendukung kapitalis juga memberikan justifikasi yang kuat bagi bunga, mereka menggunakan konsep uang present value yaitu mereka menginterprestasikan bunga sebagai selisih antara nilai sekarang (actual) suatu komoditas dan nilai masa datangnya. Interprestasi ini didasarkan pada pandangan bahwa waktu memainkan peran positif dalam formulasi nilai. Misalnya, nilai tukar satu rupiah hari ini lebih besar dari nilai tukar besok atau waktu yang akan datang. Hal ini kita bisa lihat pada buku The Economics of Money, Banking and Financial Markets karya Prof Frederic S.Mishkin dari Columbia University Bab Perilaku Suku Bunga hal 90.

Pengertian ini benar menurut Prof.Frederic S.Mishkin karena Anda dapat mendepositokan rupiah Anda sekarang dalam tabungan yang memberikan suku bunga dan Anda mempunyai uang lebih dari satu rupiah dalam waktu setahun ke depan.

Jika Anda meminjamkan uang satu rupiah kepada seseorang selama periode satu tahun, maka pada akhir periode itu Anda berhak menerima pengembalian pinjaman lebih dari satu rupiah, karena Anda tidak mendopositokan uang Anda di bank. Sehingga dengan begitu Anda dapat mempertahankan nilai tukar rupiah Anda sebagaimana saat Anda pinjamkan satu tahun sebelumnya. Semakin lama jangka waktu kredit, semakin besar pula bunga yang berhak diterima oleh kreditor, sesuai dengan makin besarnya selisih antara nilai aktual dan nilai masa datang uang yang dipinjamkan.

Gagasan dibalik justifikasi kapitalis ini berdiri di atas pijakan yang salah, dimana distribusi pascaproduksi ditempatkan dalam kerangka teori nilai. Dalam Islam Teori Distribusi pascaproduksi terpisah dari Teori NILAI, banyak factor-faktor produksi yang berperan dalam formulasi NILAI tukar suatu komoditas yang dihasilkan, namun tidak berhak mendapatkan bagian dari komoditas itu. (Iqtishaduna, Teori Distribusi Pascaproduksi , M.Baqir AsShadr)

Saya ambil contoh , bila seorang individu memperoleh kayu di hutan yang tidak bertuan lalu ia meminta orang lain seorang pekerja untuk mengolahnya menjadi meja atau kursi, dalam Islam walaupun pekerja itu menambah NILAI pada kayu tsb karena mengubahnya menjadi meja/kursi , si pekerja tidak berhak untuk memiliki meja/kursi tsb tapi kepemilikan tetap pada individu yang memeperoleh kayu di hutan tsb dan si pekerja hanya berhak menerima upah dari kerjanya tsb.

Jadi, dari sudut pandang Islam, kreditor tidak berhak menerima bunga bahkan jika benar bahwa NILAI tukar aktual komoditasnya lebih besar dari NILAI tukarnya di masa datang, karena alasan ini tidak cukup dijadikan dasar justifikasi bagi bunga yang melambangkan selisih di antara dua nilai tsb. (Iqtishaduna, Teori Pasca Produksi Islami , M.Baqir As-Shadar).

Dalam Islam tidak mengakui pendapatan yang tidak didasarkan pada kerja baik kerja langsung maupun kerja yang tersimpan (Sewa). Bunga adalah pendapatan yang tidak didasarkan pada kerja, karena ia menurut pendangan kapitalis hanya merupakan hasil dari factor waktu bukan hasil dari factor kerja. Maka, wajar jika Islam melarang pemilik modal menggunakan waktu sebagai dasar untuk memperoleh pendapatan riba.

Wallahua’lam
Salam

http://alihozi77.blogspot.com
Bagi Anda Yang membutuhkan KPR Bank Muamalat Hub : Ali Hp: 0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id

06 Desember 2009

HIDUP BAHAGIA DENGAN KONSEP KHILAFAH DALAM KEPEMILIKAN KEKAYAAN PROPERTY

By : Alihozi


Ilmuwan besar muslim Ibnu Rusyd pernah berkata bahwa “ Kebahagiaan seorang manusia itu bukan terletak pada kekayaan hartanya atau jabatannya tapi terletak pada kesehatan jiwanya, dan kesehatan jiwa hanya bisa tercapai dengan menjalankan semua perintah Allah,SWT dan menjauhi segala larangan-Nya”

Pesan Ibnu Rusyd tsb sangatlah dalam maknanya , bukannya maksud beliau melarang manusia itu memiliki harta kekayaan, tapi beliau menekankan bahwa untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki adalah dengan menjalankan semua perintah Allah,SWT dan menjauhi segala larang-Nya termasuk disini adalah menggunakan konsep khilafah (perwalian) dalam kepemilikan kekayaan property. Konsep khilafah (perwalian) dalam ajaran Islam adalah suatu konsep dimana memberikan kepemilikan pribadi atas suatu kekayaan property label amanah dan mengubah si pemilik menjadi wali dari kekayaan dan wakil (khalifah) Allah Yang Maha Tinggi, Pemilik dan Penguasa alam semesta beserta segala isinya.

Jadi dengan konsep khilafah ini manusia harus sadar sepenuhnya bahwa semua kekayaan property adalah property Allah,SWT. Dialah Pemilik sebenarnya. Manusia hanyalah khalifah-Nya di muka bumi, menjadi wali-Nya atau diberikan amanah atas bumi dan segala kekayaan yang dikandungnya.
Firman Allah,SWT :
“Dialah yang menjadikan kalian khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka akaibat kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhan mereka, dan kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka . (Q.S Fathir 35:39)
“Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkanlah sebagian dari harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya… (Qs Al-Hadid 57:7)

Sebagaimana lazimnya pemberian amanah tersebut meniscayakan manusia untuk mempertanggungjawabkan amanah itu kepada si pemberi amanah, dalam hal ini manusia juga berada dalam pengawasan Allah ,SWT (Sang Pemberi amanah) berkenaan dengan penggunaan dan pemanfaatan amanah yang telah diberikan-Nya.

Konsepsi islami mengenai esensi kepemilikan ini yaitu konsep khilafah, bila ada dan mendominasi kuat dalam mentalitas Muslim yang memiliki kekayaan, maka ia (konsep khilafah) akan menjadi sebuah kekuatan yang mengarahkan perilaku, sehingga Muslim yang memiliki kekayaan merasa terikat dengan semua aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah Yang Maha Kuasa , menjadikannya sebagai sekedar seorang wakil yang selalu berkewajiban menjalankan segala kehendak pihak yang mengangkatnya sebagai wakil atau khalifah.

Saya akan coba berikan contoh-contoh pelaksanaan konsep khilafah dalam kepemilikan property agar kita bisa lebih mengamalkannya dengan baik konsep ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Contoh Pertama, kita harus menanggalkan seluruh asosiasi mental yang telah melekat padanya maksudnya adalah kaum Muslim JANGAN menjadikan kepemilikan property pribadi sebagai ukuran kehormatan dalam masyarakat Muslim dan memandangnya bernilai dalam hubungan sosial. Dalam suatu hadist dikatakan “ Seseorang yang bertemu dengan seorang Muslim miskin lalu menyapa dengan salam yang bebeda dari salamnya kepada orang kaya, Allah akan memandangnya dengan pandangan yang penuh kemarahan di hari kiamat”

Mengapa saya mengambil contoh ini sebagai contoh pertama dalam konsep khilafah dikarenakan pengamatan saya sampai dengan kondisi saat ini, kaum muslimin banyak sekali yang sudah meninggalkan ajaran Islam ini yaitu menghormati dan menghargai orang lain bukan lagi dari akhlaknya atau agamanya tetapi dari kekayaan property yang dimiliki atau dari jabatannya, sehingga sudah banyak sekali mendorong kerusakan – kerusakan moral dalam masyarakat kita yaitu seperti terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Contoh Kedua, dalam konsep khilafah kepemilikan property pribadi mempunyai fungsi sosial , Islam mengajarkan kepada ummatnya agar anugerah kekayaan yang berlimpah bukan untuk ditimbun melankan untuk dimanfaatkan demi tujuan yang telah Allah,SWT tunjukkan kepada ummat manusia. Seperti dengan mengeluarkan Zakat, Infaq dan Sedekah atas kekayaan yang dimilikinya tsb.

Contoh Ketiga, Manusia yang memiliki kekayaan property tidak boleh congkak, sombong, arogan atau diliputi rasa bangga dan pongah. Kalau hal ini dilanggar maka cepat atau lambat akan membawa kehancuran kepada manusia itu sendiri. Lihat Firman Allah,SWT Qs.Al-Kahfi 18:39-42

Contoh Keempat, Jangan menjadikan kepemilikan kekayaan property itu sebagai tujuan akhir, tapi jadikanlah sebuah sarana untuk mewujudkan tujuah khilafah umum dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan umat manusia, bukan untuk memuaskan hasrat menimbun dan menumpuk-numpuk yang tak akan pernah surut.

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh pelaksanaan konsep khilafah dalam kepemilikan kekayaan property agar ummat muslim khususnya dan ummat manusia pada umumnya bisa mencapai kebahagiaan hidup yang hakiki, namun untuk saat ini saya baru bisa memberikan beberapa contoh tsb. Mohon maaf atas segala kekurangan.

Wallahua’lam
Salam
Al-Faqir

Alihozi http://alihozi77.blogspot.com
Bagi Anda Yang Ingin Mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali di No Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id