10 Februari 2008

DERITA PENGUSAHA TANAH ABANG KARENA BUNGA BANK

DERITAPENGUSAHA TANAH ABANG KARENA BUNGA BANK

(PERBEDAAN JUAL BELI DENGAN RIBA )

وأحـل الله البـيع وحـرم الـربـا (البـقـرة2 : 275)

Oleh : Alihozi (Praktisi)


Riba (bunga) bukan dari system Islam, tetapi dari system jahiliyah baik yang dahulu ataupun kontemporer-konvensional. Riba (bunga) bukan timbul dari ajaran Wahyu yang bersumber dari Allah Taala. Riba (bunga) jelas haram, diperangi Allah Taala dan Rasul-Nya dan pendapatan yang diperoleh darinya tidak berkah dan dilaknat Allah Taala. Terbukti bahwa individu atau kelompok atau negara yang mendapat penghasilan atau membangun menggunakan uang riba ternyata selalu dirundung nestapa dan duka yang tiada hentinya. Berikut ini penulis menceritakan kisah nyata seorang pedagang pasar tanah abang yang dirudung nestapa dan duka karena meminjam uang di bank konvensional dengan system bunga (riba) .

Pada bl febuari tahun 2003, di pasar tanah abang sebuah pasar grosir terbesar di asia tenggara terjadi kebakaran hebat yang menghancurkan hampir separuh pasar tanah abang, para pedagang tidak berhasil menyelamatkan barang dagangannya . Beberapa bulan kemudian , ada seorang pedagang pasar tanah abang yang mendatangi tempat saya bekerja menceritakan dukanya karena kios dan barang dagangannya yang habis dilalap api sehingga ia tidak dapat berjualan lagi dan tidak dapat mengembalikan pinjamannya ke Bank Konvensional sedangkan bunga pinjaman bertambah terus setiap bulannya.

Kisah ini hanya satu dari ratusan kisah duka para pedagang yang meminjam di bank konvensional dengan system bunga, sekarang bandingkan dengan seorang pedagang yang meminjam di bank syariah, ada seorang pedagang yang meminjam di bank syariah ia tidak terlalu berduka karena bank syariah tempatnya meminjam tidak memungut bunga setiap bulan dari keterlambatan pembayaran angsuran pinjaman.

Berikut ini kami tampilkan beberapa hal penting yang menyatakan bahwa jual – beli dan riba memang sebenarnya berbeda : *1

JUAL BELI

RIBA

  1. Dari sisi Akad.

Akad Jual Beli (Bay’i.)

a. Akad Jual Beli termasuk dalam kategori akad Tijari (commercial) yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan (margin) untuk memenuhi kebutuhan jasmani.

b. Baik si penjual atau pembeli masing-masing sudah berniat untuk melakukan pertukaran

  1. Dari aspek Tambahan.

a. Tambahan disini disebut Keuntungan (al-ribhu/profit) karena diimbangi dengan resiko usaha dan secara rasional adalah fair (wajar). Sesuai dengan kaedah Syariah:

الخـراج بالضـمان

الغـــنم بالـغــرم

Artinya: Risk for Return (Rewards); atau kaedah Aqli: “No Pain no Gain”.

b. Tambahan atas pokok modal yang timbul dari akad jual beli sudah jelas dan tidak ada perubahan sampai penyelesain kewajiban pembayaran dilakukan.

c. Bila terjadi kesulitan pembayaran angsuran kewajiban, maka diberi tangguh sampai si pembeli mampu melunaskan kewajibannya. (al-Baqarah 2:280).




  1. Dari aspek Pertukaran.

a. Disini terjadi pertukaran Barang (‘Ayn) dengan Uang (Dayn/Harga), sehingga boleh ada tambahan (kelebihan) dari modal dasar.

b. Menurut prinsip Syariah pertukaran sesama barang ribawi (emas dengan emas/mata uang dengan mata uang yang sama) tidak boleh ada tambahan dan kelebihan apapun, karena setiap tambahan dan kelebihan tersebut, hingga yang berupa manfaat sekalipun termasuk ke dalam riba.

c. Umumnya pertukaran didasari prinsip demand and supply yang berangkat dari genuine needs (kebutuhan) sehingga setiap orang berusaha untuk melakukannya dengan penuh waspaa dan hati-hati supaya mendapatkan hasil dan manfaat yang maksimum.

d. Prinsip ekonomi Islam uang sebagai alat tukar dan pengukur harga bukan suatu commodity yang diperjual belikan. Sedang jual beli valas (sharf) dibolehkan karena alasan al-Hajiyat. Sesuai kaedah Fiqih:

الحاجة تنزل منزلة الضرورة عامة أو خاصة

Artinya: “Kebutuhan itu dapat masuk dalam kategori darurat, baik secara umum atau khusus”.

  1. Dari aspek Bisnis.

a. Pertukaran Barang dengan Uang menyentuh langsung sektor riil dan dapat menggerakkan roda perekonomian, sehingga penjual barang yang telah laku akan membeli lagi stok barang baru yang menciptakan demand baru kepada pabrik untuk membuatnya dan menggerakkan roda pabrik untuk men-supply kembali asset yang telah terjual.

b. Penyerapan tenaga kerja lebih banyak dan mendorong untuk meningkatkan kualitas human-resources yg profesional dan memiliki daya saing yang tinggi.

  1. Dari aspek Legal.

a. Disini terjadi perpindahan kepemilikan (transfer of ownership) pada barang dan uang. Barang menjadi milik penuh pembeli dan uang menjadi milik penuh penjual, sehingga keduanya bebas melakukan tindakan lanjut yang menguntungkan atas barang dan uang tersebut.

b. Bila terjadi jual beli dengan pembayaran tangguh, maka objek transaksi (barang) otomatis menjadi security atau jaminan atas kewajiban pelunasan, hingga kemungkinan kehilangan dana secara keseluruhan (total loss) dapat dihindari.

  1. Dari aspek Moneter.

a. Jual beli tidak melahirkan tambahan uang baru dalam peredaran sehingga dapat mempertahankan daya beli (purchasing power) uang tersebut sebagai alat tukar dan terus mengalir menggerakkan roda ekonomi sesuai dengan konsep dasar uang (flow concept of money).

7. Dari aspek Ekonomi.

a. Jual beli tidak mengenal konsep Time Value of Money karena pertukaran terjadi sesuai dengan hukum demand and supply yang berlaku pada suatu masa tertentu, tanpa terikat pada masa lalu atau masa mendatang.

* Opportunity Cost yang dikemukakan oleh ekonomi konvensional adalah tidak benar. Karena uang yang dipinjamkan kepada pihak kedua biasanya adalah uang nganggur (idle money) bukan uang yang sedang diinvestasikan. Jadi, opportunity untuk mendapatkan tambahan dari penggunaan dana tersebut adalah tidak benar, karena mungkin malah menimbulkan kerugian.

  1. Dari aspek Behavior (Sikap).

a. Jual beli menciptakan manusia wira usaha (entrepreneur) yang hidup dari pendapatan usahanya sehingga dia akan rajin, trampil, gigih dan juga hemat.

b. Menyadari bahwa untuk mendapatkan keuntungan harus dilakukan dengan tenaga, kerja keras dan menanggung resiko, maka manusia peniaga sangat mawasdiri dalam membelanjakan hartanya, serta dapat merasakan kepedihan orang lain yang sama mencari rizki seperti dirinya, terutama mereka yang sama sekali tidak mampu untuk berusaha sama sekali. Hal ini dapat menimbulkan rasa solidaritas dan social yang tinggi.

  1. Dari aspek Fisik.

a. Sebagai wirausaha, maka peniaga akan menjaga penggunaan waktu dan kesehatan fisiknya secara terus menerus sesuai dengan irama tuntutan kegiatan perniagaannya, dari mulai mencari stok barang, menyiapkan, menyimpan, memelihara dan menawarkannya kepada pelanggan.

  1. Dari aspek Sosial

Jual beli menimbulkan semangat tolong menolong, kebersamaan dan menguatkan hubungan social antara penjual dan pembeli. Sabda Rasul saw: “Peniaga yang jujur akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama para Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Salihin.”

11. Dari aspek Hukum Syariah.

Jual beli yang memenuhi rukun dan syaratnya adalah sah, halal dan berpahala serta mendapat keberkahan rizki dari Allah Taala sebagai realisasi firman-Nya: saling tolong-menolong dalam kebaikan (Al-Maidah 5:1-2). Disini terjadi transaksi yang MABRUR (Halal, Sah dan Berphala).

12. Aspek Wealth Creation.

Jual-beli menghasilkan apa yang dinamakan sebagai “Creation of Wealth” artinya menambahkan kekayaan baru pada asset yang telah wujud, sehingga menimbulkan perkembangan ekonomi atau “Economic Growth” yang sangat jelas dapat dirasakan. Hal ini karena asset atau object yang diperjualbelikan lebih dahulu diusahakan ataupun dibuat sehingga menimbulkan added value bagi komoditas tertentu.

Contohnya: bila ada sepotong kayu balok yang harganya Rp500.000,- kemudian dibelah dijadikan papan dan diserut dijadikan sebuah meja dengan hiasan ukiran dan siap dijual dengan harga Rp1.500.000,-

*1 Perbedaan Jual Beli (Bank Syariah) dan Pinjaman Ribawi (Bank Konvensional)

H.A Nuryadi Asmawi, MA dari Muamalat Institute - Bank Muamalat Indonesia.

* Qard/Loan artinya meminjamkan harta baik berupa uang atau barang untuk dimanfaatkan dan akan dikembalikan seperti sediakala pada waktu yang disepakati.












2. Sedang tambahan disini disebut al-Riba (interest/bunga) karena tidak ada penyeimbang seperti resiko usaha yang telah dilakukan; tidak rasional dan tidak fair.

- Si Creditor sengaja melemparkan resiko usaha dan kerja kepada si Debtor, dan sebaliknya meminta tambahan atas dana yang dipinjamkannya tersebut.

- Sedangkan beban bunga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan bunga pasar dan jika angsuran hutang tidak dapat ditunaikan, maka ia akan menjadi bagian dari pokok yang melahirkan beban bunga yang lebih besar sehingga timbul bunga berbunga (compound interest).


3. Pertukaran Uang dengan Uang (Dayn bi Dayn), sehingga tidak boleh ada tambahan (kelebihan) yang diterima salah satu pihak. Menurut kaedah Syariah:

كل قرض جر نفعا فهو ربا

Artinya: “Setiap transaksi pinjam meminjam yang mendatangkan tambahan manfaat, maka tambahan tersebut adalah riba”.

* Menurut riwayat para Sahabat bahwa Rasulullah saw pernah bersabda maksudnya jika kamu ditawarkan untuk membonceng kendaraan seseorang yang sedang berhutang kepadamu, maka hendaklah tawaran itu ditolaknya, karena manfaat itu adalah riba, kecuali jika hal itu sudah biasa dilakukan sebelum ia menjadi debitur-mu.

* Salah seorang ulama yang kembali dari musafir (perjalanan jauh) ingin singgah berteduh di naungan sebuah rumah di ujung kampung, namun karena dia menyadari bahwa pemilik rumah itu adalah seseorang yang sedang berhutang kepadanya, maka beliau mengurungkan niatnya, karena jika dilakukannya juga manfaat teduhan tersebut adalah riba.

4* Disini terjadi transaksi sektor moneter yang belum tentu akan menyentuh sektor riil sehingga tidak langsung menggerakkan roda perekonomian, bahkan kemungkinan terjadi side streaming, dimana si peminjam meminjamkan lagi dana tersebut kepada pihak ketiga dengan beban bunga yang lebih tinggi (debt to debt transaction) yang pada akhirnya menimbulkan bubble economy.

* Transaksi monetary sectors dalam catatan terlihat besar jumlahnya, namun ia hanya menyentuh individu yang relatif sedikit sehingga pulangan manfaatnyapun tidak dapat dirasakan oleh orang banyak.

5* Disini sama sekali tidak terjadi perpindahan kepemilikan uang dari si creditor kepada si debtor, karena meski fisik uang telah berpindah ke tangan si debtor, namun statusnya masih milik penuh si creditor. Dasi aspek Legal si Creditor hanya berhak untuk meminta kembali uang sebanyak yang telah diberikannya itu, karena itulah haknya. Jika ia meminta tambahan, maka tambahan itu sama sekali bukan miliknya. Jadi dia coba merampas hak orang lain yang berarti zalim.

* Dalam transaksi pinjam meminjam, hanya objek yang dipinjamkan itulah yang menjadi security atau jaminan sehingga kemungkinan menimbulkan kemacetan sangat besar.

6.*Transaksi riba melahirkan tambahan uang baru dalam peredaran yang disebut bunga atau interest, sehingga dapat menyebabkan over supply of money yang berakibat kepada inflation dan menurunkan daya beli uang tersebut yang sudah ada terlebih dahulu.

7.*Dalam ekonomi ribawi yang mengamalkan prinsip bunga, maka Time Value of Money berlaku, karena daya beli (purchasing power) uang hari ini lebih kuat daripada daya beli uang hari esok. Karena pada hari esok sudah terjadi tambahan uang baru dalam peredaran, sehingga melemahkan daya beli uang yang sudah ada. Untuk menutupi kelemahan daya beli uang tersebut, ekonomi ribawi mengamalkan konsep time value of money dengan mekanisme riba (interest).

8* Sedang Riba tidak menciptakan pelakunya untuk menjadi wirausaha, karena sudah menggantungkan pendapatannya dari bunga yang dibebankan kepada pihak lain sehingga kemungkinan bersikap boros adalah sangat besar.

* Orang yang mengandalkan income-nya dari sumber riba, maka tidak akan secara langsung merasakan derita dan duka dalam mencari pendapatan, sehingga kemungkinan sulit baginya untuk merasakan penderitaan mereka yang tidak mampu dari kalangan dhuafa yang pada gilirannya menimbulkan sikap anti-sosial dan kurang peka terhadap penderitaan orang lain, bahkan cenderung egoisme.

9* Pemakan riba hanya perlu mengandalkan kemampuan analisa otaknya untuk mendapat tambahan penghasilan bunga, sehingga tidak terbiasa bergerak untuk mengolah fisiknya yang kemungkinan akan menimbulkan penyakit.

10* Riba tidak melahirkan ikatan social yang kuat namun sebaliknya si debtor sering menyumpah si creditor karena beban bunga yang tinggi dan tidak memiliki sifat saling tolong-menolong antara sesama manusia.

11* Riba jelas haram, diperangi Allah Taala dan Rasul-Nya dan pendapatan yang diperoleh darinya tidak berkah dan dilaknat Allah Taala. Terbukti bahwa individu atau kelompok atau negara yang mendapat penghasilan atau membangun menggunakan uang riba ternyata selalu dirundung nestapa dan duka yang tiada hentinya.

* Negara debtor semakin hari semakin diperbudak untuk melayani semua angkara murka durjana negara creditor yang semakin hari semakin arrogant dan angkuh.



12.* Sedangkan Riba tidak menghasilkan tambahan asset baru, karena yang terjadi hanyalah perpindahan fisik uang dari satu pihak kepada pihak lain yang tidak menyentuh object atau asset tertentu.

09 Februari 2008

Suatu Malam di Kawasan Bintaro (pentingnya sosialisasi perbankan syariah secara kontinyu)


oleh : Alihozi

Pada akhir tahun 2005, saya mengikuti pengajian di salah satu kawasan bintaro, sebuah kawasan elite di daerah selatan jakarta dengan peserta pengajiannya mempunyai tingkat intelektual di atas rata - rata. Setelah pengajian selesai, diadakan diskusi mengenai perbankan syariah. Kepada saya mereka menanyakan mengenai salah satu skim pembiayaan di Bank Syariah (BS) yaitu Murabahan(jual beli) .

Mereka menanyakan apakah bedanya pembiayaan rumah di Bank Syariah dengan skim murabahah dengan KPR di Bank Konvensional (BK) dengan sistem bunga. Karena masing - masing memakai persentase dalam mengambil keuntungan. Dari pertanyaan tsb saya mengambil kesimpulan bahwa masih banyak anggota masyarakat kita Indonesia yang mayoritas islam yang belum bisa membedakan Murabahah(jual beli) dengan sistem bunga (riba). Ini suatu hal yang memprihatinkan, bukankah Allah telah berfirman :
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...(Al-Baqarah :275)"

Saya tidak menjelaskan secara detail perbedaan murabahah (jual-beli) pada BS dengan KPR di BK dengan sistem bunga. Menurut saya ada dua hal penting yang membedakannya yaitu :
1. Perbedaan pertama antara jual beli dengan sistem bunga terletak pada akadnya, Kalau murabahah (jual beli) pada BS akadnya jual beli dan kalau kredit di BK akadnya adalah bunga. Akad jual beli pada BS dianggap sah apabila telah memenuhi persyaratan dan rukun jual beli yaitu :
<> ada penjual dan pembeli
<> barang yang diperjualbelikan
<> harga
<> dan ada ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
Kalau tidak ada 4 hal diatas maka BS tidak bisa menyalurkan pembiayaan dengan skim murabahah kepada masyarakat, berbeda dengan BK yang bisa menyalurkan kreditnya walaupun tidak ada barang yang diperjual belikan, seperti kredit rekening koran dan kartu kredit.

2.Perbedaan kedua yaitu kalau jual beli dalam BS apabila nasabah peminjam terlambat membayar angsuran pinjaman tidak dikenakan pembayaran bunga keterlambatan , berbeda dengan kredit di BK yang memungut bunga dari setiap keterlambatan sehingga banyak terjadi bunga pinjaman lebih besar dari pokok pinjaman.
Dari uraian singkat mengenai kisah nyata di atas yang dialami penulis sendiri, maka dapat diambil kesimpulan perlu adanya sosialisasi perbankan syariah secara terus menerus tanpa kenal lelah atau bosan kepada masyarakat, sehingga masyarakat indonesia yang mayoritas islam bisa mengerti betapa besar manfaatnya sistem perbankan syariah bagi perbaikan ekonomi ummat. Apalagi sekarang Bank Indonesia mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun edukasi perbankan.
Saya akan bercerita lagi mengenai kisah nyata lain yang dialami penulis sebagai seorang praktisi perbankan syariah. Terimakasih

06 Februari 2008

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Achyar Eldine



A. Pendahuluan

Meskipun ada kesamaan timbulnya kegiatan ekonomi, yakni disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Namun karena cara manusia dalam memenuhi alat pemuas kebutuhan dan cara mendistribusikan alat kebutuhan tersebut didasari filosofi yang berbeda, maka timbullah berbagai bentuk sistem dan praktik ekonomi dari banyak negara di dunia. Perbedaan ini tidak terlepas dari pengaruh filsafat, agama, ideologi, dan kepentingan politik yang mendasari suatu negara penganut sistem tersebut.

Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka yang memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Ilmu ekonomi adalah studi yang mempelajari cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya. Kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan harga, mencakup barang-barang dan jasa yang diproduksi dan dijual oleh para pebisnis.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kemudian barang-barang dan jasa itu (kekayaan) itu dibagi-bagikan. Cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menjawab pertanyaan ini dengan menentukan sistem ekonomi yang diterapkan. Setidaknya dalam praktik ada lima sistem ekonomi yang dikenal masyarakat dunia, yakni

Kapitalisme, Sosialisme, Fasisme, Komunisme dan terakhir adalah Ekonomi Islam.



B. Kapitalisme

Faham Kapitalisme berasal dari Inggris abad 18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalisme di negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar filosofis pemikiran ekonomi Kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan pada akhirnya kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life).

Smith berpendapat motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, yang bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia membayar "Bukan berkat kemurahan tukang daging, tukang pembuat bir, atau tukang pembuat roti kita dapat makan siang," kata Smith "akan tetapi karena mereka memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita berbicara bukan kepada rasa perikemanusiaan mereka, melainkan kepada cinta mereka kepada diri mereka sendiri, dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mereka." (Robert L. Heilbroner;1986, UI Press).1

Motif kepentingan individu yang didorong oleh filsafat liberalisme kemudian melahirkan sistem ekonomi pasar bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi Kapitalis.

Milton H. Spencer (1977), menulis dalam bukunya Contemporary Economics: "Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrik-pabrik, jalan-jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif."

Lembaga hak milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme. Pemberian hak pemilikan atas harta kekayaan memenuhi tiga macam fungsi ekonomi penting:

Para individu memperoleh perangsang agar aktiva mereka dimanfaatkan seproduktif mungkin.

Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia.

Ia memungkinkan laju pertukaran yang tinggi oleh karena orang memiliki hak pemilikan atas barang-barang sebelum hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain.

Dengan demikian kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu. Bagi Smith bila setiap individu diperbolehkan mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah, maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the invisible hand), untuk mencapai yang terbaik pada masyarakat. Kebebasan ekonomi tersebut juga diilhami oleh pendapat Legendre yang ditanya oleh Menteri keuangan Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV pada akhir abad ke 17, yakni Jean Bapiste Colbert. Bagaimana kiranya pemerintah dapat membantu dunia usaha, Legendre menjawab: "Laissez nous faire" (jangan mengganggu kita, [leave us alone]), kata ini dikenal kemudian sebagai laissez faire. Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah sehingga timbullah:

individualisme ekonomi dan

kebebasan ekonomi

Dengan kata lain dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku "Free Fight Liberalism" (sistem persaingan bebas). Siapa yang memiliki dan mampu menggunakan kekuatan modal (Capital) secara efektif dan efisien akan dapat memenangkan pertarungan dalam bisnis. Paham yang mengagungkan kekuatan modal sebagai syarat memenangkan pertarungan ekonomi disebut sebagai Capitalisme.



C. Sosialisme

Dalam kehidupan sehari-hari istilah sosialisme digunakan dalam banyak arti. Istilah sosialisme selain digunakan untuk menunjukkan sistem ekonomi, juga digunakan untuk menunjukkan aliran filsafat, ideologi, cita-cita, ajaran-ajaran atau gerakan. Sosialisme sebagai gerakan ekonomi muncul sebagai perlawanan terhadap ketidak adilan yang timbul dari sistem kapitalisme.

John Stuart Mill (1806-1873), menyebutkan sebutan sosialisme menunjukkan kegiatan untuk menolong orang-orang yang tidak beruntung dan tertindas dengan sedikit tergantung dari bantuan pemerintah.

Sosialisme juga diartikan sebagai bentuk perekonomian di mana pemerintah paling kurang bertindak sebagai pihak dipercayai oleh seluruh warga masyarakat, dan menasionalisasikan industri-industri besar dan strategis seperti pertambangan, jalan-jalan, dan jembatan, kereta api, serta cabang-cabang produk lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam bentuk yang paling lengkap sosialisme melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi, termasuk di dalamnya tanah-tanah pertanian oleh negara, dan menghilangkan milik swasta (Brinton:1981).

Dalam masyarakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau rasa kerbersamaan. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alakosi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.



D. Komunisme

Komunisme muncul sebagai aliran ekonomi, ibarat anak haram yang tidak disukai oleh kaum Kapitalis. Aliran ekstrim yang muncul dengan tujuan yang sama dengan sosialisme, sering lebih bersifat gerakan ideologis dan mencoba hendak mendobrak sistem kapitalisme dan sistem lain yang telah mapan.

Kampiun Komunis adalah Karl Marx, sosok yang amat membenci Kapitalisme ini merupakan korban dan saksi sejarah, betapa ia melihat para anak-anak dan wanita-wanita -termasuk keluarganya- yang di eksploitir para kapitalis sehingga sebagian besar dari mereka terserang penyakit TBC dan tewas, karena beratnya penderitaan yang mereka alami. Sementara hasil jerih payah mereka dinikmati oleh para pemilik sumber daya (modal) yang disebutnya kaum Bourjuis.

Di ilhami pendapat Hegel yang menyatakan bahwa perubahan historis merupakan hasil kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain. Pertentangan tersebut pada dasarnya bersifat ekonomis atau materialistis, dengan demikian faktor-faktor ekonomi menurut Marx mejadi sebab pokok terjadinya perubahan.

Kata Komunisme secara historis sering digunakan untuk menggambarkan sistem-sistem sosial di mana barang-barang dimiliki secara bersama-sama dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota masyarakat. Produksi dan konsumsi bersama berdasarkan kapasitas ini merupakan hal pokok dalam mendefinisikan paham komunis, sesuai dengan motto mereka: from each according to his abilities to each according to his needs (dari setiap orang sesuai dengan kemampuan, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhan).3

Walaupun tujuan sosialisme dan komunisme sama, tetapi dalam mencapai tujuan tersebut sangat berbeda. Komunisme adalah bentuk paling ekstrem dari sosialisme. Bentuk sistem perekonomian yang didasarkan atas sistem, di mana segala sesuatunya serba dikomando. Begitu juga karena dalam sistem komunisme negara merupakan penguasa mutlak, perekonomian komunis sering juga disebut sebagai "sistem ekonomi totaliter", menunjuk pada suatu kondisi sosial di mana pemerintah main paksa dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya, meskipun dipercayakan pada asosiasi-asosiasi dalam sistem sosial kemasyarakatan yang ada. Sistem ekonomi totaliter dalam praktiknya berubah menjadi sistem otoriter, dimana sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh segelintir elite yang disebut sebagai polit biro yang terdiri dari elite-elite penguasa partai Komunis.



E. Fasisme

Fasisme muncul dari filsafat radikal yang muncul dari revolusi industri yakni sindikalisme. Eksponen sindikalisme adalah George Sorel (1847-1922). Para penganjur sindikalisme menginginkan reorganisasi masyarakat menjadi:

asosiasi-asosiasi yang mencakup seluruh industri, atau

sindikat-sindikat pekerja

Mereka menganjurkan agar ada sindikat-sindikat pabrik baja yang dimiliki dan dioperasikan oleh para pekerja di dalam industri batu bara, dan begitu pula halnya pada industri-industri lain.

Dengan demikian sindikat-sindikat yang ada pada dasarnya merupakan serikat-serikat buruh akan menggantikan negara. Dalam sistem ekonomi fasisme, pemerintah melakukan pengendalian dalam bidang produksi, sedangkan kekayaan dimiliki oleh pihak swasta.

Dalam praktik Fasisme dan Komunisme adalah dua gejala dari penyakit yang sama. Keduanya sering dikelompokkan sebagai sistem totaliter. Keduanya sama dalam hal pemerintahan, yaitu kediktatoran satu partai.



F. Islam

Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya (M. Abdul Mannan; 1993). Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan.

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur’an atau Sunnah.

Suka atau tidak, ilmu ekonomi Islam tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam.