10 Februari 2008

DERITA PENGUSAHA TANAH ABANG KARENA BUNGA BANK

DERITAPENGUSAHA TANAH ABANG KARENA BUNGA BANK

(PERBEDAAN JUAL BELI DENGAN RIBA )

وأحـل الله البـيع وحـرم الـربـا (البـقـرة2 : 275)

Oleh : Alihozi (Praktisi)


Riba (bunga) bukan dari system Islam, tetapi dari system jahiliyah baik yang dahulu ataupun kontemporer-konvensional. Riba (bunga) bukan timbul dari ajaran Wahyu yang bersumber dari Allah Taala. Riba (bunga) jelas haram, diperangi Allah Taala dan Rasul-Nya dan pendapatan yang diperoleh darinya tidak berkah dan dilaknat Allah Taala. Terbukti bahwa individu atau kelompok atau negara yang mendapat penghasilan atau membangun menggunakan uang riba ternyata selalu dirundung nestapa dan duka yang tiada hentinya. Berikut ini penulis menceritakan kisah nyata seorang pedagang pasar tanah abang yang dirudung nestapa dan duka karena meminjam uang di bank konvensional dengan system bunga (riba) .

Pada bl febuari tahun 2003, di pasar tanah abang sebuah pasar grosir terbesar di asia tenggara terjadi kebakaran hebat yang menghancurkan hampir separuh pasar tanah abang, para pedagang tidak berhasil menyelamatkan barang dagangannya . Beberapa bulan kemudian , ada seorang pedagang pasar tanah abang yang mendatangi tempat saya bekerja menceritakan dukanya karena kios dan barang dagangannya yang habis dilalap api sehingga ia tidak dapat berjualan lagi dan tidak dapat mengembalikan pinjamannya ke Bank Konvensional sedangkan bunga pinjaman bertambah terus setiap bulannya.

Kisah ini hanya satu dari ratusan kisah duka para pedagang yang meminjam di bank konvensional dengan system bunga, sekarang bandingkan dengan seorang pedagang yang meminjam di bank syariah, ada seorang pedagang yang meminjam di bank syariah ia tidak terlalu berduka karena bank syariah tempatnya meminjam tidak memungut bunga setiap bulan dari keterlambatan pembayaran angsuran pinjaman.

Berikut ini kami tampilkan beberapa hal penting yang menyatakan bahwa jual – beli dan riba memang sebenarnya berbeda : *1

JUAL BELI

RIBA

  1. Dari sisi Akad.

Akad Jual Beli (Bay’i.)

a. Akad Jual Beli termasuk dalam kategori akad Tijari (commercial) yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan (margin) untuk memenuhi kebutuhan jasmani.

b. Baik si penjual atau pembeli masing-masing sudah berniat untuk melakukan pertukaran

  1. Dari aspek Tambahan.

a. Tambahan disini disebut Keuntungan (al-ribhu/profit) karena diimbangi dengan resiko usaha dan secara rasional adalah fair (wajar). Sesuai dengan kaedah Syariah:

الخـراج بالضـمان

الغـــنم بالـغــرم

Artinya: Risk for Return (Rewards); atau kaedah Aqli: “No Pain no Gain”.

b. Tambahan atas pokok modal yang timbul dari akad jual beli sudah jelas dan tidak ada perubahan sampai penyelesain kewajiban pembayaran dilakukan.

c. Bila terjadi kesulitan pembayaran angsuran kewajiban, maka diberi tangguh sampai si pembeli mampu melunaskan kewajibannya. (al-Baqarah 2:280).




  1. Dari aspek Pertukaran.

a. Disini terjadi pertukaran Barang (‘Ayn) dengan Uang (Dayn/Harga), sehingga boleh ada tambahan (kelebihan) dari modal dasar.

b. Menurut prinsip Syariah pertukaran sesama barang ribawi (emas dengan emas/mata uang dengan mata uang yang sama) tidak boleh ada tambahan dan kelebihan apapun, karena setiap tambahan dan kelebihan tersebut, hingga yang berupa manfaat sekalipun termasuk ke dalam riba.

c. Umumnya pertukaran didasari prinsip demand and supply yang berangkat dari genuine needs (kebutuhan) sehingga setiap orang berusaha untuk melakukannya dengan penuh waspaa dan hati-hati supaya mendapatkan hasil dan manfaat yang maksimum.

d. Prinsip ekonomi Islam uang sebagai alat tukar dan pengukur harga bukan suatu commodity yang diperjual belikan. Sedang jual beli valas (sharf) dibolehkan karena alasan al-Hajiyat. Sesuai kaedah Fiqih:

الحاجة تنزل منزلة الضرورة عامة أو خاصة

Artinya: “Kebutuhan itu dapat masuk dalam kategori darurat, baik secara umum atau khusus”.

  1. Dari aspek Bisnis.

a. Pertukaran Barang dengan Uang menyentuh langsung sektor riil dan dapat menggerakkan roda perekonomian, sehingga penjual barang yang telah laku akan membeli lagi stok barang baru yang menciptakan demand baru kepada pabrik untuk membuatnya dan menggerakkan roda pabrik untuk men-supply kembali asset yang telah terjual.

b. Penyerapan tenaga kerja lebih banyak dan mendorong untuk meningkatkan kualitas human-resources yg profesional dan memiliki daya saing yang tinggi.

  1. Dari aspek Legal.

a. Disini terjadi perpindahan kepemilikan (transfer of ownership) pada barang dan uang. Barang menjadi milik penuh pembeli dan uang menjadi milik penuh penjual, sehingga keduanya bebas melakukan tindakan lanjut yang menguntungkan atas barang dan uang tersebut.

b. Bila terjadi jual beli dengan pembayaran tangguh, maka objek transaksi (barang) otomatis menjadi security atau jaminan atas kewajiban pelunasan, hingga kemungkinan kehilangan dana secara keseluruhan (total loss) dapat dihindari.

  1. Dari aspek Moneter.

a. Jual beli tidak melahirkan tambahan uang baru dalam peredaran sehingga dapat mempertahankan daya beli (purchasing power) uang tersebut sebagai alat tukar dan terus mengalir menggerakkan roda ekonomi sesuai dengan konsep dasar uang (flow concept of money).

7. Dari aspek Ekonomi.

a. Jual beli tidak mengenal konsep Time Value of Money karena pertukaran terjadi sesuai dengan hukum demand and supply yang berlaku pada suatu masa tertentu, tanpa terikat pada masa lalu atau masa mendatang.

* Opportunity Cost yang dikemukakan oleh ekonomi konvensional adalah tidak benar. Karena uang yang dipinjamkan kepada pihak kedua biasanya adalah uang nganggur (idle money) bukan uang yang sedang diinvestasikan. Jadi, opportunity untuk mendapatkan tambahan dari penggunaan dana tersebut adalah tidak benar, karena mungkin malah menimbulkan kerugian.

  1. Dari aspek Behavior (Sikap).

a. Jual beli menciptakan manusia wira usaha (entrepreneur) yang hidup dari pendapatan usahanya sehingga dia akan rajin, trampil, gigih dan juga hemat.

b. Menyadari bahwa untuk mendapatkan keuntungan harus dilakukan dengan tenaga, kerja keras dan menanggung resiko, maka manusia peniaga sangat mawasdiri dalam membelanjakan hartanya, serta dapat merasakan kepedihan orang lain yang sama mencari rizki seperti dirinya, terutama mereka yang sama sekali tidak mampu untuk berusaha sama sekali. Hal ini dapat menimbulkan rasa solidaritas dan social yang tinggi.

  1. Dari aspek Fisik.

a. Sebagai wirausaha, maka peniaga akan menjaga penggunaan waktu dan kesehatan fisiknya secara terus menerus sesuai dengan irama tuntutan kegiatan perniagaannya, dari mulai mencari stok barang, menyiapkan, menyimpan, memelihara dan menawarkannya kepada pelanggan.

  1. Dari aspek Sosial

Jual beli menimbulkan semangat tolong menolong, kebersamaan dan menguatkan hubungan social antara penjual dan pembeli. Sabda Rasul saw: “Peniaga yang jujur akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama para Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Salihin.”

11. Dari aspek Hukum Syariah.

Jual beli yang memenuhi rukun dan syaratnya adalah sah, halal dan berpahala serta mendapat keberkahan rizki dari Allah Taala sebagai realisasi firman-Nya: saling tolong-menolong dalam kebaikan (Al-Maidah 5:1-2). Disini terjadi transaksi yang MABRUR (Halal, Sah dan Berphala).

12. Aspek Wealth Creation.

Jual-beli menghasilkan apa yang dinamakan sebagai “Creation of Wealth” artinya menambahkan kekayaan baru pada asset yang telah wujud, sehingga menimbulkan perkembangan ekonomi atau “Economic Growth” yang sangat jelas dapat dirasakan. Hal ini karena asset atau object yang diperjualbelikan lebih dahulu diusahakan ataupun dibuat sehingga menimbulkan added value bagi komoditas tertentu.

Contohnya: bila ada sepotong kayu balok yang harganya Rp500.000,- kemudian dibelah dijadikan papan dan diserut dijadikan sebuah meja dengan hiasan ukiran dan siap dijual dengan harga Rp1.500.000,-

*1 Perbedaan Jual Beli (Bank Syariah) dan Pinjaman Ribawi (Bank Konvensional)

H.A Nuryadi Asmawi, MA dari Muamalat Institute - Bank Muamalat Indonesia.

* Qard/Loan artinya meminjamkan harta baik berupa uang atau barang untuk dimanfaatkan dan akan dikembalikan seperti sediakala pada waktu yang disepakati.












2. Sedang tambahan disini disebut al-Riba (interest/bunga) karena tidak ada penyeimbang seperti resiko usaha yang telah dilakukan; tidak rasional dan tidak fair.

- Si Creditor sengaja melemparkan resiko usaha dan kerja kepada si Debtor, dan sebaliknya meminta tambahan atas dana yang dipinjamkannya tersebut.

- Sedangkan beban bunga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan bunga pasar dan jika angsuran hutang tidak dapat ditunaikan, maka ia akan menjadi bagian dari pokok yang melahirkan beban bunga yang lebih besar sehingga timbul bunga berbunga (compound interest).


3. Pertukaran Uang dengan Uang (Dayn bi Dayn), sehingga tidak boleh ada tambahan (kelebihan) yang diterima salah satu pihak. Menurut kaedah Syariah:

كل قرض جر نفعا فهو ربا

Artinya: “Setiap transaksi pinjam meminjam yang mendatangkan tambahan manfaat, maka tambahan tersebut adalah riba”.

* Menurut riwayat para Sahabat bahwa Rasulullah saw pernah bersabda maksudnya jika kamu ditawarkan untuk membonceng kendaraan seseorang yang sedang berhutang kepadamu, maka hendaklah tawaran itu ditolaknya, karena manfaat itu adalah riba, kecuali jika hal itu sudah biasa dilakukan sebelum ia menjadi debitur-mu.

* Salah seorang ulama yang kembali dari musafir (perjalanan jauh) ingin singgah berteduh di naungan sebuah rumah di ujung kampung, namun karena dia menyadari bahwa pemilik rumah itu adalah seseorang yang sedang berhutang kepadanya, maka beliau mengurungkan niatnya, karena jika dilakukannya juga manfaat teduhan tersebut adalah riba.

4* Disini terjadi transaksi sektor moneter yang belum tentu akan menyentuh sektor riil sehingga tidak langsung menggerakkan roda perekonomian, bahkan kemungkinan terjadi side streaming, dimana si peminjam meminjamkan lagi dana tersebut kepada pihak ketiga dengan beban bunga yang lebih tinggi (debt to debt transaction) yang pada akhirnya menimbulkan bubble economy.

* Transaksi monetary sectors dalam catatan terlihat besar jumlahnya, namun ia hanya menyentuh individu yang relatif sedikit sehingga pulangan manfaatnyapun tidak dapat dirasakan oleh orang banyak.

5* Disini sama sekali tidak terjadi perpindahan kepemilikan uang dari si creditor kepada si debtor, karena meski fisik uang telah berpindah ke tangan si debtor, namun statusnya masih milik penuh si creditor. Dasi aspek Legal si Creditor hanya berhak untuk meminta kembali uang sebanyak yang telah diberikannya itu, karena itulah haknya. Jika ia meminta tambahan, maka tambahan itu sama sekali bukan miliknya. Jadi dia coba merampas hak orang lain yang berarti zalim.

* Dalam transaksi pinjam meminjam, hanya objek yang dipinjamkan itulah yang menjadi security atau jaminan sehingga kemungkinan menimbulkan kemacetan sangat besar.

6.*Transaksi riba melahirkan tambahan uang baru dalam peredaran yang disebut bunga atau interest, sehingga dapat menyebabkan over supply of money yang berakibat kepada inflation dan menurunkan daya beli uang tersebut yang sudah ada terlebih dahulu.

7.*Dalam ekonomi ribawi yang mengamalkan prinsip bunga, maka Time Value of Money berlaku, karena daya beli (purchasing power) uang hari ini lebih kuat daripada daya beli uang hari esok. Karena pada hari esok sudah terjadi tambahan uang baru dalam peredaran, sehingga melemahkan daya beli uang yang sudah ada. Untuk menutupi kelemahan daya beli uang tersebut, ekonomi ribawi mengamalkan konsep time value of money dengan mekanisme riba (interest).

8* Sedang Riba tidak menciptakan pelakunya untuk menjadi wirausaha, karena sudah menggantungkan pendapatannya dari bunga yang dibebankan kepada pihak lain sehingga kemungkinan bersikap boros adalah sangat besar.

* Orang yang mengandalkan income-nya dari sumber riba, maka tidak akan secara langsung merasakan derita dan duka dalam mencari pendapatan, sehingga kemungkinan sulit baginya untuk merasakan penderitaan mereka yang tidak mampu dari kalangan dhuafa yang pada gilirannya menimbulkan sikap anti-sosial dan kurang peka terhadap penderitaan orang lain, bahkan cenderung egoisme.

9* Pemakan riba hanya perlu mengandalkan kemampuan analisa otaknya untuk mendapat tambahan penghasilan bunga, sehingga tidak terbiasa bergerak untuk mengolah fisiknya yang kemungkinan akan menimbulkan penyakit.

10* Riba tidak melahirkan ikatan social yang kuat namun sebaliknya si debtor sering menyumpah si creditor karena beban bunga yang tinggi dan tidak memiliki sifat saling tolong-menolong antara sesama manusia.

11* Riba jelas haram, diperangi Allah Taala dan Rasul-Nya dan pendapatan yang diperoleh darinya tidak berkah dan dilaknat Allah Taala. Terbukti bahwa individu atau kelompok atau negara yang mendapat penghasilan atau membangun menggunakan uang riba ternyata selalu dirundung nestapa dan duka yang tiada hentinya.

* Negara debtor semakin hari semakin diperbudak untuk melayani semua angkara murka durjana negara creditor yang semakin hari semakin arrogant dan angkuh.



12.* Sedangkan Riba tidak menghasilkan tambahan asset baru, karena yang terjadi hanyalah perpindahan fisik uang dari satu pihak kepada pihak lain yang tidak menyentuh object atau asset tertentu.

Tidak ada komentar: