26 Oktober 2009

Justifikasi Kapitalis Atas System Bunga dan Kritik Terhadapnya

By : Alihozi


Banyak anggota masyarakat saat ini bertanya-tanya mengapa suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate sudah turun sampai dengan level 6,5% tidak dibarengi dengan turunnya suku bunga pinjaman bank. Suku bunga pinjaman pada Agustus 2009 masih berkisar pada level 14%. Para ahli ekonomi nasional mencoba menjelaskan dengan berbagai analisisnya mengapa bisa terjadi seperti itu, ada ekonom yang mengatakan hal itu disebabkan karena kebijakan penurunan BI rate bertubrukan dengan kebijakan Menteri Keuangan yang menerbitkan surat utang dengan tingkal imbal hasil atau yield sampai 13%. Dan ada juga ekonom yang mengatakan hal tsb karena terhambatnya laju pertumbuhan suplay uang ke system ekonomi kita, sehingga di tengah permintaan uang naik tapi suplai uang yang berkurang menyebabkan suku bunga pinjaman sulit untuk turun.


Apapun jawaban analisis para ekonom nasional tsb semuanya dibenarkan oleh ahli keuangan dan perbankan dari Columbia Univesity , Prof.Frederic S.Mishkin. Dalam bukunya yang berjudul “ The Economics of Money, Banking and Financial Markets “ pada Bab tentang Perilaku Suku Bunga , Ia menjelaskan bahwa suku bunga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan obligasi negara/swasta dan juga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan uang dalam system perekonomian. Ia juga mengakui bahwa tingkat suku bunga sangat berfluktuasi tajam dan sangat sulit diprediksikan kapan naik dan turunnya, seringkali para ahli yang paling top sekalipun meleset dalam meramal tingkat suku bunga.


Tingginya tingkat volatilitas suku bunga tsb mengakibatkan tingginya tingkat ketidakpastian dalam finansial market sehingga mendorong para pemberi pinjaman dan peminjam uang meninggalkan sector riil , uang hanya beputar dari satu instrument finansial ke instrument lainnya tanpa pernah bersinggungan dengan aktivitas produktif. Keadaan ini membuat finansial market semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi.


Dengan melihat kondisi seperti itu sebenarnya sudah cukup mematahkan justifikasi kalangan kapitalis bagi bunga yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor dengan menginterprestasikannya sebagai hak modal atas sebagian profit yang dituai debitor berkat uang yang dipinjamnya, karena pada kenyataannya debitor banyak yang memakai uang pinjamannya bukan untuk aktivitas produktif (sector rill) seperti perniagaan barang dan jasa tapi untuk memutarkan uang tsb pada sector yang berbau spekulatif seperti untuk mengambil keuntungan pada instrument finansial market.


Kita tentu masih ingat, pada waktu MUI pada tahun 2003 mengeluarkan fatwa bunga bank haram, banyak kalangan intelektual termasuk sebagian ulama yang menentang fatwa MUI tsb dengan menjustifikasi atas bunga yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor merupakan hak modal atas sebagian profit yang dituai debitor berkat uang yang dipinjamnya. Sehingga masyarakat muslim Indonesia banyak yang percaya kalau system bunga kapitalis adalah tidaklah haram dengan tetap menyimpan uangnya di bank yang memakai system bunga. Inilah yang merupakan salah satu yang menghambat dalam perkembangan bank syariah nasional sekarang ini, yaitu pola fikir masyarakat muslim Indonesia yang tidak tepat dalam memandang system bunga kapitalis.


Dalam Islam, bukannya tidak mengakui hak modal atas sebagian profit yang dituai debitor tapi caranya adalah dengan system profit sharing (bagi hasil) atau yang disebut dengan persekutuan mudharabah., dimana pemilik modal (penabung/deposan) hanya akan mendapatkan keuntungan bila bank memang mendapatkan keuntungan dari sector riil. Ini berbeda dengan mengakui hak modal dengan system bunga kapitalis yang menggaransi pendapatan bagi pemilik modal (penabung/deposan) tanpa melihat hasil yang dicapai oleh bank dalam menyalurkan pembiayaan (kredit).


Sebagai penutup tulisan artikel saya ini, saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa sebenarnya banyak sekali justifikasi kalangan kapitalis atas bunga. Namun yang paling kuat yang mampu meyakinkan masyarakat muslim di Indonesia system bunga tidaklah haram, adalah justifikasi kalangan kapitalis atas bunga yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor merupakan interprestasi sebagai hak modal atas sebagian profit yang dituai debitor berkat uang yang dipinjamnya. Padahal pada kenyataannya debitor banyak yang memakai uang pinjamannya bukan untuk aktivitas produktif (sector rill) seperti perniagaan barang dan jasa tapi untuk memutarkan uang tsb pada sector yang berbau spekulatif seperti untuk mengambil keuntungan pada instrument finansial market.


Untuk mendorong kemajuan ekonomi bangsa dengan menggerakkan sector riil bukanlah dengan system bunga tapi dengan system bagi hasil (profit sharing) karena system bagi hasil pada bank syariah mengharuskannya adanya sector riil yang dibiayai (underlying assetnya).


Ya Allah Maha Suci Engkau tidak ada ilmu pada diriku kecuali yang telah Engkau Ajarkan kepadaku sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahi.


Salam

Al-Faqir



Alihozi http://alihozi77.blogspot.com

Bagi yang ingin mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id

25 Oktober 2009

Indahnya Islam Dalam Mengatur Bentuk Kepemilikan Property

By : Alihozi



Dari Said bin Zaid, Rasulullah, SAW bersabda: “Barangsiapa mengambil tanah dengan paksa walaupun sedikit maka ia kan dipaksakan memikul tujuh lapis bumi pada hari kiamat.”



Pada buku karya Muhammad Husain Haekal yang fenomenal yang berjudul “Umar Bin Khattab Bab Ijtihad Sayidina Umar “, diceritakan pada masa Khalifah Umar memimpin kaum Muslimin berhasil menaklukan kerajaan Persia yang mana kerajaan Persia tsb terkenal sewenang – wenang dan keserakahannya menguasai bangsa-bangsa lain termasuk keinginannya ingin menguasai bangsa arab yang baru memeluk agama Islam pasca meninggalnya Rasulullah, SAW.


Khalifah Umar beserta kaum muslimin telah mendapat kemenangan di Kadisiah, kemudian menaklukan Mada’in, Jalula, Hims , Aleppo dan kota-kota lain dengan segala rampasan perangnya. Setiap rampasan perang seperlimanya dikirimkan kepada Amirulmukminin dan empat perlimanya dibagikan diantara anggota pasukan yang menang perang.


Setelah membebaskan tanah Sawad di Irak dari cengkraman kerajaan Persia, mereka bermaksud mengadakan pembagian dengan cara itu, tetapi Khalifah Umar berbeda pendapat dengan mereka mengenai pembagian tanah itu dengan mengatakan : “ Jika Engkau membagikannya, maka umat Muslim saat ini akan mendapat bagian yang besar. Kemudian mereka akan mati, dan bagian tsb akan menjadi milik pribadi seorang lelaki atau perempuan. Lalu ketika di masa datang ada kaum yang masuk ke pelukan Islam, mereka tidak akan mendapat apa-apa


Sayidina Umar berpendapat kalau tanah-tanah di Irak yang sangat luas jangan dibagikan kepada kaum muslimin menjadi kepemilikan pribadi tetapi menjadi kepemilikan publik (ummat) secara keseluruhan yang mana yang tetap mengelola untuk bercocok tanam adalah orang-orang kafir Persia dan akan dikenakan kharaj (pajak) serta jizyah orang-orang kafir Persia tsb. Argumen-argumen Khalifah Umar tsb bisa diterima oleh kalangan mayoritas para sahabat seperti Ali, Usman dan Talhah dll.


Melihat kisah di atas sungguh indah ajaran Islam tsb, walaupun Khalifah Umar dan kaum Muslimin mempunyai kekuasaan terhadap seluruh tanah di Irak pada masa itu tetapi mereka tidak sewenang-weanang terhadap kaum kafir Persia, dengan tidak menjadikan status tanah tsb menjadi kepemilikan pribadi tetapi menjadikan status tanah tsb menjadi kepemilikan publik (ummat) yang mana tetap memberikan hak pengelolaan tanah tsb kepada kaum kafir Persia dan mereka hanya mengenakan kharaj yang tidak memberatkan bagi kaum kafir Persia tsb.


Kisah di atas hanyalah contoh sebagian kecil dari ajaran Islam yang mengatur tentang bentuk kepemilikan property, berikut ini bentuk-bentuk kepemilikan property yang ada dalam ajaran Islam::


1.Kepemilikan Pribadi (Private Ownership)

Yaitu jenis kepemilikan dimana seorang individu atau pihak tertentu berhak menguasai suatu property secara eksklusif dan berhak mencegah individu atau pihak lain dari menikmati manfaat dalam bentuk apapun dari property tsb, kecuali bila ada kebutuhan atau keadaan yang meniscayakan kepemilikan. Contoh : Kayu dari hutan yang ditebang sendiri oleh seseorang atau sejumlah air yang diambil seseorang dari sungai dengan tangannya sendiri.


2.Kepemilikan Negara (State Ownership)

Yaitu Hak Kepenguasaan atas property milik pemegang mandat ilahiah Negara Islam, yakni Nabi Muhammad SAW atau Imam/Kepala Negara. Misalnya penguasaan atas tambang – tambang kekayaan alam dan tanah mati (atau tanah yang belum direklamasi)..

3. Kepemilikan Publik (Public ownership)

Jenis kepemilikan ini terbagi menjadi dua :


3.1 Kepemilikan Umat (Ownership of the ummah)

Salah satu jenis kepemilikan publik, hak penguasaan atas property milik keseluruhan umat Islam. Misalnya, penguasaan atas property yang didapat dari perang suci, seperti tanah subur atau tanah yang sudah direklamasi.


3.2 Kepemilikan Masyarakat (People’s ownership)

Yaitu jenis kepemilikan berkenaan dengan setiap property yang terlarang bagi seorang individu untuk menguasainya secara eksklusif dan memilikinya secara pribadi, sementara masyarakat (baik kaum muslim maupun non muslim) diizinkan untuk mengambil manfaat serta memperoleh keuntungan darinya , Contohnya seperti laut dan sungai.


4. Kepemilikan Publik Yang Bebas Untuk Semua (Public property free to All)

Yaitu jenis kepemilikan yang membolehkan individu untuk mengambil manfaat dari property tertentu dan untuk menguasainya secara eksklusif sebagai milik pribadi. Jenis property yang dimaksud disini adalah seperti burung-burung di udara dan ikan di laut.


Wallahua’lam

Salam


Al-Faqir

Alihozi http://alihozi77.blogspot.com

Bagi anda yang ingin mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id


Sumber Bacaan:

1.Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna karya Muhammad Baqir As-Shadr

2.Umar Bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal

3.Abu Bakar As-Shidiq karya Muhammad Husain Haekal

4.Ali Bin Abu Thalib karya ali Audah

5.Himpunan Hadist Shahih Bukhari

6.Islam dan Transformasi Sosial dan Ekonomi karya Prof.Dawam Rahardjo

7.Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ir.Adiwarman Karim

8.Sistem Moneter Islam, Dr.Umeir Chapra

21 Oktober 2009

Tanya Jawab Seputar Jual Beli Secara Angsuran Dalam Ekonomi Islam

By : Alihozi

Tanya :

Assalamu'alaikum..wr.wb

Mas Ali yg saya hormati.
Menanggapi tulisan anda “Hikmah Jual Beli Secara Angsuran Dalam Ekonomi Islam”
Kredit seperti apa yang sebenarnya menurut syara? Apakah dibenarkan harga suatu barang untuk pembelian tunai dan kredit berbeda? Dan tolong perhatikan pula, kredit-kredit yang berkembang sekarang masih saya ragukan menurut hukum Islam. Soalnya, kredit sekarang banyak yang berbunga. Dan setahu saya, untuk kredit perumahan, para nasabah /konsumen tidak berhutang kepada developer akan tetapi berhutang ke bank. Dan setahu saya pula, bank-bank konvensional melakukan sistem bunga. Setahu saya lagi, bunga=riba , riba = haram

Mohon penjelasan pihak-pihak yang mengerti hal ini, terimakasih.
Wassalam

Sdr. Aris Milis Daarut Tauhid

Alihozi Menjawab:

Wa’alaikum salam wr.wb

Terimakasih kepada Sdr.Aris dari milis Daarut Tahuhid atas pertanyaannya kepada saya,

Dalam Jual-beli kredit yang menurut syara itu memiliki tiga rukun: (1) Al-‘Aqidân, yaitu dua orang yang berakad jual beli. Dalam hal ini keduanya harus orang yang layak melakukan tasharruf, yakni berakal dan minimal mumayyiz. (2). Shighât (ijab-qabul). (3) Mahal al-’aqd (obyek akad), yaitu al-mabi’ (barang dagangan) dan ats-tsaman (harga).

Jadi, kalau jual beli kredit yang benar menurut syara adalah terpenuhinya ketiga rukun tsb, kalau kurang dari salah satu rukun tsb maka jual beli secara kredit tsb tidak sah menurut syara seperti yang dilakukan oleh orang membeli rumah ke bank konvensional karena akadnya dengan sistem bunga yang mana tidak pasti disebutkan berapa sebenarnya harga jual kredit rumah tsb, sehinga sewaktu-waktu pihak bank bisa merubah nominal angsurannya rumah tsb mengikuti tingkat suku bunga pasar yang fluktuatif.

Berbeda dengan jual beli secara kredit yang sesuai dengan syara si penjual tidak diperbolehkan untuk merubah harga jual semaunya yang akhirnya merubah angsuran per bulan harga barang tsb.

Di samping ketiga rukun tsb juga terdapat syarat-syarat terkait dengan al-mabî’ (barang dagangan) dan harga. Al-Mabî’ itu harus sesuatu yang suci, tidak najis; halal dimanfaatkan; adanya kemampuan penjual untuk menyerahkannya; harus ma‘lûm (jelas), tidak majhul.

Jika barang dagangannya berupa tamar (kurma), sa’îr (barley), burr (gandum), dzahab (emas), fidhah (perak), atau uang, dan milh (garam) maka tidak boleh diperjualbelikan (dipertukarkan) secara kredit.

Rasulullah SAW. bersabda:
Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barley dg barley kurma dengan kurma dan garam dengan garam (harus) semisal, sama dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka perjualbelikanlah sesuka kalian selama dilakukan secara tunai. (HR Muslim).

Artinya, tidak boleh menjual emas, perak, garam, kurma, gandum atau barley, secara kredit.

Di samping itu al-mabî’ (barang dagangan) tersebut haruslah milik penjual atau si penjual memang memiliki hak untuk menjualnya, misal sebagai wakil dari pemiliknya. Rasul saw. bersabda:

Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu (HR Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).

Demikian pak aris semoga bisa menjelaskan pertanyaan bapak

Wallahua’lam
Al-Faqir

Alihozi http://alihozi77.blogspot.com
Bagi yang ingin mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id

18 Oktober 2009

Hikmah Jual Beli Secara Angsuran Dalam Ekonomi Islam

By : Alihozi


“Wahai orang-orang beriman , apabila kalian bermuamalah (jual-beli,utang piutang) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya…(Al-Baqarah :282)


Pada masa sekarang ini kita sudah maklum bahwa jual beli secara angsuran telah berkembang dengan pesat dan dilakukan oleh baik individu maupun perusahaan termasuk industri perbankan syariah., dilakukan dengan cara seseorang atau perusahaan tsb membeli sesuatu dari pihak lain lalu menjualnya kembali dengan harga lebih mahal dari harga pembelian tunai kepada masyarakat dan cara pembayarannya mengangsur per bulan s/d jangka waktu yang telah disepakati. Dalam literature kitab fiqih banyak yang memperbolehkan jual beli secara angsuran tsb.


Pada kesempatan ini penulis hanya akan sedikit menguraikan hikmah dari mengapa diperbolehkannya jual beli secara angsuran dalam ajaran agama Islam semoga bermanfaat :


1.Selama jual beli secara angsuran tsb sesuai dengan syariat Islam yaitu terpenuhinya rukun dan syarat sahnya jual beli, jangka waktu pembayaran dan jumlah angsurannya diketahui dengan jelas maka jual beli angsuran tsb tidak terdapat gharar, penipuan maupun riba


2.Memudahkan anggota masyarakat yang tidak mampu membeli barang secara tunai untuk memiliki suatu barang yang dibutuhkan. Karena tidak semua orang mampu membeli barang yang dibutuhkan secara tunai.


3.Baik penjual dan pembeli memperoleh kemanfaatan dengan jual beli angsuran yakni penjual dapat memperoleh tambahan keuntungan sedangkan pembeli dapat membayarnya secara mudah /ringan dan sedikit demi sedikit.


4.Penjual diuntungkan dengan bertambahnya harga dan pembeli diuntungkan dengan adanya jangka waktu pembayaran


Maha suci Engkau Ya Allah tidak ada ilmu padaku kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku


Wallahua’lam

Salam



Alihozi http://alihozi77.blogspot.com

Bagi anda yang ingin mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali di no Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id , pricingnya kompetitif.