21 Oktober 2009

Tanya Jawab Seputar Jual Beli Secara Angsuran Dalam Ekonomi Islam

By : Alihozi

Tanya :

Assalamu'alaikum..wr.wb

Mas Ali yg saya hormati.
Menanggapi tulisan anda “Hikmah Jual Beli Secara Angsuran Dalam Ekonomi Islam”
Kredit seperti apa yang sebenarnya menurut syara? Apakah dibenarkan harga suatu barang untuk pembelian tunai dan kredit berbeda? Dan tolong perhatikan pula, kredit-kredit yang berkembang sekarang masih saya ragukan menurut hukum Islam. Soalnya, kredit sekarang banyak yang berbunga. Dan setahu saya, untuk kredit perumahan, para nasabah /konsumen tidak berhutang kepada developer akan tetapi berhutang ke bank. Dan setahu saya pula, bank-bank konvensional melakukan sistem bunga. Setahu saya lagi, bunga=riba , riba = haram

Mohon penjelasan pihak-pihak yang mengerti hal ini, terimakasih.
Wassalam

Sdr. Aris Milis Daarut Tauhid

Alihozi Menjawab:

Wa’alaikum salam wr.wb

Terimakasih kepada Sdr.Aris dari milis Daarut Tahuhid atas pertanyaannya kepada saya,

Dalam Jual-beli kredit yang menurut syara itu memiliki tiga rukun: (1) Al-‘Aqidân, yaitu dua orang yang berakad jual beli. Dalam hal ini keduanya harus orang yang layak melakukan tasharruf, yakni berakal dan minimal mumayyiz. (2). Shighât (ijab-qabul). (3) Mahal al-’aqd (obyek akad), yaitu al-mabi’ (barang dagangan) dan ats-tsaman (harga).

Jadi, kalau jual beli kredit yang benar menurut syara adalah terpenuhinya ketiga rukun tsb, kalau kurang dari salah satu rukun tsb maka jual beli secara kredit tsb tidak sah menurut syara seperti yang dilakukan oleh orang membeli rumah ke bank konvensional karena akadnya dengan sistem bunga yang mana tidak pasti disebutkan berapa sebenarnya harga jual kredit rumah tsb, sehinga sewaktu-waktu pihak bank bisa merubah nominal angsurannya rumah tsb mengikuti tingkat suku bunga pasar yang fluktuatif.

Berbeda dengan jual beli secara kredit yang sesuai dengan syara si penjual tidak diperbolehkan untuk merubah harga jual semaunya yang akhirnya merubah angsuran per bulan harga barang tsb.

Di samping ketiga rukun tsb juga terdapat syarat-syarat terkait dengan al-mabî’ (barang dagangan) dan harga. Al-Mabî’ itu harus sesuatu yang suci, tidak najis; halal dimanfaatkan; adanya kemampuan penjual untuk menyerahkannya; harus ma‘lûm (jelas), tidak majhul.

Jika barang dagangannya berupa tamar (kurma), sa’îr (barley), burr (gandum), dzahab (emas), fidhah (perak), atau uang, dan milh (garam) maka tidak boleh diperjualbelikan (dipertukarkan) secara kredit.

Rasulullah SAW. bersabda:
Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barley dg barley kurma dengan kurma dan garam dengan garam (harus) semisal, sama dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka perjualbelikanlah sesuka kalian selama dilakukan secara tunai. (HR Muslim).

Artinya, tidak boleh menjual emas, perak, garam, kurma, gandum atau barley, secara kredit.

Di samping itu al-mabî’ (barang dagangan) tersebut haruslah milik penjual atau si penjual memang memiliki hak untuk menjualnya, misal sebagai wakil dari pemiliknya. Rasul saw. bersabda:

Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu (HR Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).

Demikian pak aris semoga bisa menjelaskan pertanyaan bapak

Wallahua’lam
Al-Faqir

Alihozi http://alihozi77.blogspot.com
Bagi yang ingin mengajukan KPR BMI bisa menghubungi Ali Hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: