(Diambil dari Kisah Nyata)
Oleh : Alihozi
“Bapak, dalam sebuah permainan sepakbola yang merasa paling pintar justru adalah penontonnya bukan para pemainnya, penonton selalu berteriak atau mengomentari para pemainnya harus begini, harus begitu padahal kalau penonton itu disuruh bermain belum tentu bisa. Penonton tidak tahu betapa sulitnya dalam sebuah permainan sepakbola menciptakan yang namanya sebuah GOL karena tidak ikut bermain hanya menonton saja.
Jadi kalau bapak ingin bergabung dengan bank syariah justru inilah saatnya, jangan nanti kalau bank syariah menjadi besar dan bertambah banyak jaringannya. Kalau nanti bank syariah menjadi besar dan bertambah banyak jaringannya, bapak akan bisa berkata “Saya ikut andil membesarkan bank syariah ini.” Demikian jawab Anisah kepada calon nasabah tsb.
Pada akhirnya calon nasabah tsb membuka rekening tabungan di bank syariah tsb. Dan benar yang dikatakan Anisah. Pada saat terjadinya krisis keuangan dan krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997-1998, bank syariah tetap bertahan karena system ekonomi syariahnya (system bagi hasil) dan juga karena memiliki nasabah-nasabah yang memiliki loyalitas tinggi kepada bank syariah. Pasca krisis bank syariah jaringannya bertambah banyak bukan hanya satu bank umum tetapi sekarang sudah ada tiga bank umum dan unit-unit pelayanan bank syariah serta jaringan ATM nya yang tersebar di seluruh
Apa yang dialami oleh Anisah tsb penulis yakin juga pernah dialami oleh seluruh praktisi bank syariah (termasuk penulis sendiri) dalam usahanya mengajak seluruh lapisan masyarakat bergabung dengan bank syariah. Banyak anggota masyarakat umum, mahasiswa, akademisi dan para ulama hanya asyik dan sibuk sebagai penonton, pengamat, pembahas dan membentuk berbagai lembaga pengamatan ekonomi dan perbankan syariah dengan hanya mengkritik produk-produk dan kinerja perbankan syariah. Namun, pada tataran implementatifnya justru masih terlibat dengan system bunga yang ribawi dan lembaga pengamat tsb tidak mempunyai rekening di bank syariah. Hal ini merupakan suatu ironi yang kontraproduktif (Dr.Setiawan Budi Utomo, Pengantar Halal Haram Bunga Bank Dr.Yusuf Al-Qardhawi)
Penulis menguraikan hal ini semua bukan berarti penulis tidak menyukai segala kritik yang ditujukan kepada system perbankan syariah di tanah air, tetapi penulis hanya ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk segera Maju Bersama dengan Bank Syariah dan segera meninggalkan system ekonomi kapitalis dengan sub sistem bunganya. Karena pada saat terjadinya krisis financial global ini kita tidak bisa menutup mata bahwa salah satu yang menyebabkan terjadinya krisis financial global adalah system bunga perbankan.
Wallahu’alam
Maju terus perbankan syariah dan tinggalkan segera system ekonomi kapitalis
Al-Faqir
Alihozi
Komentar dan saran atas artikel ini bisa dikirim di http://alihozi77.blogspot.com atau sms ke 0813-882-364-05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar