09 Desember 2008

Alangkah Indahnya Hidup Dengan System Bagi Hasil

Oleh : Alihozi

Http://alihozi77.blogspot.com


Kesulitan likuiditas di industri perbankan sekarang ini belum mereda, mungkin sampai pada tahun 2009 nanti kondisinya masih akan seperti itu. Tak sedikit bank yang masih terus mencari duit untuk mempertahankan dan memperbesar posisi dana pihak ketiganya dengan berbagai cara, dari memberikan hadiah, berbagai fasilitas dan juga tentunya menaikkan tingkat suku bunga simpanan. Ada kemungkinan banyak bank yang berani menawarkan bunga melebihi batas bunga penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sekarang ini cuma 10% untuk nasabah yang jumlah uangnya besar. Hal ini disebabkan karena derasnya kucuran kredit industri perbankan dan kucuran kredit ini tidak diimbangi dengan pasokan dana masyarakat yang masuk ke industri perbankan.


Perang suku bunga terjadi di kalangan perbankan nasional, kondisi ini tentu tidak mengenakkan buat perbankan, karena harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mempertahankan atau menarik dana nasabah yang akhirnya perbankan nasional menaikkan tingkat suku bunga untuk pinjaman (kredit). Naiknya tingkat suku bunga kredit tsb tentu saja bisa memberatkan sector riil atau anggota masyarakat dalam usahanya membayar kewajibannya ke sector perbankan, yang juga ditambah dengan daya beli masyarakat saat ini yang sedang mengalami penurunan.


Bagusnya sekarang kondisi perbankan nasional sekarang lebih kuat menghadapi krisis financial global daripada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-1998 ini bisa dilihat dari tingkat kepercayaan masyarakat saat ini yang masih tinggi kepada perbankan nasional. Tetapi kalangan perbankan nasional harus tetap waspada karena dikhawatirkan tingkat suku bunga yang tinggi akan menaikkan tingkat kredit macet (NPL) karena sector riil atau anggota masyarakat bisa sewaktu –waktu gagal (macet) membayar kewajibannya kepada perbankan.


Contoh tingginya tingkat fluktuatif (volatilitas) sistem bunga yang diterapkan perbankan konvensional tsb karena salah satu penyebabnya adalah system bunga merupakan subsistem dari system ekonomi kapitalis yang tidak berazaskan keadilan tetapi berazaskan materialisme yang mana sangat memanjakan para deposan (pemilik dana). Para deposan dibuat untuk tidak ikut menanggung resiko dari usaha bank konvensional yang sewaktu-waktu bisa mengalami kerugian (kegagalan), mereka dibuat tidur nyenyak dengan janji-janji pasti mendapatkan bunga dari uang (dana) yang disimpan di bank konvensional.


Padahal di dunia ini tidak ada seorangpun yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi dengan pasti pada hari esok, hanya Allah,SWT yang mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi pada hari esok. Kita bisa melihat contohnya dengan terjadinya krisis financial global saat ini yaitu maksud dari bank-bank Eropa membeli surat utang lembaga keuangan AS yang beresiko tinggi (Credit Default Swaps) untuk mendapatkan bunga tinggi yang nantinya akan dibayarkan kepada nasabah deposannya. Bukannya bunga tinggi yang didapat justru dana yang ditanamkan di lembaga-lembaga keuangan AS tsb tidak bisa kembali.


Kalau saya analogikan system bunga seperti meminum syrup yang sangat manis, orang yang meminumnya terus menerus ketagihan manisnya sampai akhirnya secara tiba-tiba bisa mendatangkan berbagai penyakit kepada orang tsb seperti sakit gigi dan sakit diabetes yang parah.. Setelah terkena berbagai penyakit tsb, kesadarannya sudah datang terlambat, kondisi penyakitnya telah ikut merepotkan anggota keluarganya yang lain.


Mengapa saya analogikan seperti itu, karena system bunga menjadikan para deposan tidak perduli apabila bank tempat ia menyimpan tidak sanggup membayar tingkat suku bunga yang telah dijanjikan, seperti pada krisis perbankan tahun 1997-1998 yang mana bank konvensional banyak yang mengalami kondisi negative spread sehingga menimbulkan kepanikan di kalangan para deposan (krisis kepercayaan) yang berujung pada rush.


Kondisi tsb berbeda dengan bank syariah yang memakai system ekonomi syariah dengan subsistem bagi hasilnya, walaupun seperti meminum jamu yang rasanya pahit tetapi untuk jangka panjang sangat menyehatkan tubuh. Bagaimana tidak pahit rasanya di saat kalangan bank konvensional memberikan suku bunga s/d 70%, tingkat bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah pada saat itu hanya sekitar 8%. Tetapi pada akhirnya nasabah bank syariah tidak mengalami kepanikan seperti yang dialami nasabah bank konvensional karena bank syariah tidak mengalami kondisi negative spread dan juga karena keyakinan nasabah bank syariah akan bahaya system bunga yang ribawi.


Alangkah indahnya hidup ini andaikan seluruh perbankan nasional kita memakai system ekonomi syariah dengan subsistem bagi hasilnya bukan hanya sebagi alternative tetapi juga sebagai solusi dari krisis financial global. Sayangnya kapan hidup saat ini menjadi indah bagi semua orang dengan system ekonomi syariah, karena sebagian besar anggota masyarakat kita secara sadar atau tidak sudah terjebak kepada system ekonomi kapitalis dengan segala subsistemnya seperti uang kertas (fiat money), cadangan giro wajib minimum (fractional reserve requirement) dan system bunga (interest).


Andaikan ingin keluar dari system ekonomi kapitalis tsb misalnya dari subsystem bunganya saja, amatlah sukar dan payah sekali, ini bisa dilihat dari banyaknya anggota masyarakat yang hanya menjadi penonton dan pengkritik produk-produk dan kinerja bank syariah akan tetapi pada dataran implementatifnya masih memakai system bunga yang ribawi bukan sebagai pelaku ekonomi syariah seperti menjadi nasabah bank syariah.


Wallahu’alam

Al-Faqir


©Alihozi 01 Desember 2008

Komentar dan saran atas tulisan artikel ini bisa disampaikan ke http://alihozi77.blogspot.com atau sms ke 0813-882-364-05.

2 komentar:

Agus Selamet SE, MEi mengatakan...

Bagus tanya jawabnya, boleh saya jadikan literatur buat kuliah pak ustad?

Agus Selamet SE, MEi mengatakan...

aslkum, a ustad mohon ijin isi tanya jawabnya boleh saya gunakan u kuliah kami?