Oleh : Alihozi
Kita tentu masih ingat dengan kisah terkenal Sayidina Fatimah anak Rasulullah yang sangat disayang waktu ingin meminta pembantu kepada Rasulullah. Waktu itu Fatimah Az-Zahra sangat keropotan harus mengurusi keluarganya, suami dan anak-anaknya. Ia harus menggiling tepung untuk sebagian untuk dimakan dan sebagian lagi untuk dijual sampai tangannya berdarah ditambah lagi harus mengurus anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Oleh karena itu Fatimah, Az-Zahra berangkat ke rumah ayahnya baginda Nabi Muhammad,SAW untuk meminta seorang pembantu yang bisa meringankan pekerjaan rumah tangganya sehari-hari , tapi apa jawaban Rasulullah (dengan menahan rasa harunya) Rasulullah tidak memberikannya seorang pembantu justru Sayidina Fatimah diajarkan tasbih,tahmid dan takbir untuk selalu diamalkan setiap hari.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah itu bukannya tidak sayang kepada anaknya justru hal itu dilakukannya karena didorong rasa sayangnya yang sangat besar agar anaknya bisa menjadi suri tauladan bagi ummatnya agar selalu meningkatkan produktifitasnya dan juga agar anaknya mendapatkan kedudukan dan derajat yang tinggi di mata Sang Maha Pencipta , Allah,SWT di dunia dan di akhirat.
Dalam sebuah riwayat, Imam Ash-Shadiq salah satu keturunan Rasulullah yang terkenal, diberitahu tentang keadaan seseorang. Kendati ia miskin, orang itu tetap berdiam diri di rumah dan mengerjakan berbagai amanl ibadal (ritual). Sementara saudara lelakinyalah yang mencukupi kebutuhan hidupnya. Mengomentari hal itu , sang Imam berkata,” Ia yang bekerja mencari nafkah hidupnya lebih ahli ibadah ketimbang orang itu.”
Pada Riwayat lain, ketika ayat ini diturunkan,” Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” . Sejumlah sahabat Nabi, SAW mengurung diri di rumah-rumah mereka sibuk beribadah kepada Allah. Mereka berkata, “ Sungguh, Allah cukup bagi kami.” Kemudian, Rasulullah SAW menyampaikan pesan kepada mereka, “ Sesungguhnya siapa saja yang berlaku seperti itu, Allah tidak akan mengabulkan doanya. Mencari nafkah adalah kewajiban kalian.”(1)
Dari kisah-kisah Rasulullah dan para Imam yang terkenal di atas dan juga sebenarnya masih banyak kisah-kisah lain yang menjelaskan bahwa doktrin-doktrin ekonomi Islam menentang kehidupan orang yang tidak produktif dan mendorongnya untuk selalu meningkatkan produktifitasnya dengan bekerja. Selain mengajurkan setiap ummatnya untuk selalu meningkatkan porduktifitasnya ajaran Islam juga menentang penimbunan kekayaan material yang tidak termanfaatkan dan menuntut penggunaan kekayaan material tsb bagi tujuan-tujuan produktif dalam rangka merealisasikan sasaran – sasaran keadilan sosioekonomi Islam.
Walaupun demikian, tidak semua penabung(penyimpan) kekayaan material sanggup untuk mempergunakan tabungan kekayaannya tsb untuk tujuan-tujuan produktif. Karena itu, ajaran Islam menganjurkan adanya lembaga-lembaga keungan yang terorganisasi untuk memobilisasi simpanan yang menganggur dan menyalurkannya secara efektif ke dalam usaha-usaha yang produktif. Tentu saja lembaga-lembaga keuangan ini tidak boleh beroperasi dengan system bunga (riba) tetapi beroperasi dengan system bagi hasil (2).
Wallahua’lam
Salam
Bagi yang membutuhkan KPR Syariah
Sumber bacaan:
1.Buku Induk Ekonomi Islam “Iqtishaduna” karya Muhammad Baqir Ash-Shadr
2.Sitem Moneter Islam karya Dr.Umar Chapra
3. An-Nashaaih Ad-Diniyah karya Imam Habib Abdullah Haddad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar