08 Mei 2009 |
Washington, DC – Model dan pertumbuhan sektor keuangan syariah– satu-satunya sistem keuangan di dunia dewasa ini yang berdasarkan ajaran agama– mungkin bisa memberikan peluang baru bagi keluarga Amerika Muslim maupun non-Muslim.
KPR syari’ah telah berjalan di hampir 40 negara bagian di Amerika Serikat.
Meski model bisnisnya bebas bunga, lembaga penyedia KPR syari’ah, seperti halnya lembaga keuangan konvensial, sebenarnya tak berseberangan dengan kapitalisme modern.
Meski tentu saja ada beberapa perbedaan.
Pinjaman dalam ekonomi Islam adalah tindak kedermawanan, bukan kegiatan bisnis. Hutang dengan demikian tidak bisa dimaanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Sebaliknya, sistem pembiayaan syari’ah menggunakan model partisipatif sehingga semua pihak yang terlibat menjadi mitra yang akan berbagi baik resiko maupun keuntungan bersama-sama, tanpa ada jaminan bahwa laba akan selalu ada.
Dengan mengharamkan bunga, model pembiayaan syariah sesungguhnya memberikan keuntungan karena kemitraan yang dibangun oleh model ini mendorong pengelolaan aktif, akuntabilitas, tanggung jawab, dan pengawasan bersama.
Dalam KPR Syari’ah, bank Islam dan nasabah-mitranya membeli aset rumah bersama-sama sebagai co-investor. Jadi, jika bank penyedia kredit konvensional mendapatkan keuntungan dari bunga, lembaga penyedia KPR syari’ah mendapatkan keuntungan dari perjanjian kepemilikan bersama tersebut yakni dari uang sewa yang dibayarkan nasabah sebagai imbalan atas jasa bank memberikan hak tinggal kepadanya di rumah yang mereka beli. Jumlah uang sewa ini tentu disesuaikan dengan hak bank atas properti tersebut.
Pembayaran "sewa plus ekuitas" seperti ini sebetulnya sama dengan pembayaran "modal plus bunga". Ketika nasabah-mitra mengambil kepemilikan penuh terhadap rumah, pembayaran sewa kepada bank pun dihentikan.
Karena KPR syari’ah diberikan kepada pembeli pertama yang tidak mempertimbangkan kredit konvensional baik karena alas an relijius atau keuangan, sektor ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan meluasnya layanan mereka di pasar AS, bahkan saat peluang kerja semakin menurun dan krisis ekonomi menimpa negara ini.
Tiga lembaga penyedia KPR syariah di AS (Devon Bank di Chicago, Guidance Residential di Virginia dan Bank yang berbasis di Michigan University) melaporkan bahwa transaksi bisnis mereka dalam dua bulan pertama tahun 2009 lebih banyak dibandingkan dua bulan pertama tahun sebelumnya. Devon Bank bahkan melaporkan bahwa transaksi bisnisnya paling tidak mencapai dua kali lipat.
Karena mempertahankan konsep kemitraan dan pembagian risiko inilah, KPR Syari’ah lebih atraktif bagi pembeli rumah di Amerika karena ia menggunakan kontrak tanpa jaminan. Ini berarti bank hanya akan mengambil rumah jika rumah sang nasabah dinyatakan dalam status sita. Memang ada beberapa penyedia kredit konvensional yang melakukan hal seperti ini di beberapa negara bagian, tetapi pemberian kontrak tanpa jaminan dilakukan oleh semua lembaga penyedia KPR syariah di setiap negara bagian di mana mereka beroperasi. Jadi meski harga rumah tersebut jatuh jauh di bawah nilai kredit yang diberikan, lembaga penyedia KPR syari’ah tidak bisa menyita aset lain yang dipunyai pemilik rumah.
Lembaga pembiayaan syari’ah juga terbukti lebih suka untuk menjadwal ulang kredit daripada melakukan penyitaan. Tiga lembaga pembiayaan syariah terbesar di Amerika Serikat melaporkan, misalnya, bahwa “tingkat kasus gagal bayar kredit syari’ah kurang dari setengah kasus gagal bayar kredit konvensional”.
Tak hanya menampilkan kasus penyitaan rumah yang rendah, kesediaan untuk menjadwal ulang kredit, serta berfungsinya lembaga pembiayaan yang relatif kecil (investasi tahunan ketiga lembaga keuangan syariah terbesar di AS ini masing-masing hanya mencapai kurang dari satu juta miliar dolar), lembaga pembiayan syariah juga merupakan cermin dari berfungsinya filosofi dasar kemitraan dan tanggung jawab bersama.
Mungkin sudah saatnya nilai etika dan agama masuk kembali ke dunia bisnis perbankan, khususnya dalam sektor pembiayaan rumah. Pada tahun 2009, ketika dunia mencari solusi untuk menyelesaikan krisis keuangan global dan keluarga-keluarga di Amerika mengkhawatirkan masalah pembiayaan rumah mereka, sektor pembiayaan syariah, seperti bisnis sukses lainnya, harus mengambil keuntungan dengan berbagi pengetahuannya dengan yang lain.
KPR syari’ah telah berjalan di hampir 40 negara bagian di Amerika Serikat.
Meski model bisnisnya bebas bunga, lembaga penyedia KPR syari’ah, seperti halnya lembaga keuangan konvensial, sebenarnya tak berseberangan dengan kapitalisme modern.
Meski tentu saja ada beberapa perbedaan.
Pinjaman dalam ekonomi Islam adalah tindak kedermawanan, bukan kegiatan bisnis. Hutang dengan demikian tidak bisa dimaanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Sebaliknya, sistem pembiayaan syari’ah menggunakan model partisipatif sehingga semua pihak yang terlibat menjadi mitra yang akan berbagi baik resiko maupun keuntungan bersama-sama, tanpa ada jaminan bahwa laba akan selalu ada.
Dengan mengharamkan bunga, model pembiayaan syariah sesungguhnya memberikan keuntungan karena kemitraan yang dibangun oleh model ini mendorong pengelolaan aktif, akuntabilitas, tanggung jawab, dan pengawasan bersama.
Dalam KPR Syari’ah, bank Islam dan nasabah-mitranya membeli aset rumah bersama-sama sebagai co-investor. Jadi, jika bank penyedia kredit konvensional mendapatkan keuntungan dari bunga, lembaga penyedia KPR syari’ah mendapatkan keuntungan dari perjanjian kepemilikan bersama tersebut yakni dari uang sewa yang dibayarkan nasabah sebagai imbalan atas jasa bank memberikan hak tinggal kepadanya di rumah yang mereka beli. Jumlah uang sewa ini tentu disesuaikan dengan hak bank atas properti tersebut.
Pembayaran "sewa plus ekuitas" seperti ini sebetulnya sama dengan pembayaran "modal plus bunga". Ketika nasabah-mitra mengambil kepemilikan penuh terhadap rumah, pembayaran sewa kepada bank pun dihentikan.
Karena KPR syari’ah diberikan kepada pembeli pertama yang tidak mempertimbangkan kredit konvensional baik karena alas an relijius atau keuangan, sektor ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan meluasnya layanan mereka di pasar AS, bahkan saat peluang kerja semakin menurun dan krisis ekonomi menimpa negara ini.
Tiga lembaga penyedia KPR syariah di AS (Devon Bank di Chicago, Guidance Residential di Virginia dan Bank yang berbasis di Michigan University) melaporkan bahwa transaksi bisnis mereka dalam dua bulan pertama tahun 2009 lebih banyak dibandingkan dua bulan pertama tahun sebelumnya. Devon Bank bahkan melaporkan bahwa transaksi bisnisnya paling tidak mencapai dua kali lipat.
Karena mempertahankan konsep kemitraan dan pembagian risiko inilah, KPR Syari’ah lebih atraktif bagi pembeli rumah di Amerika karena ia menggunakan kontrak tanpa jaminan. Ini berarti bank hanya akan mengambil rumah jika rumah sang nasabah dinyatakan dalam status sita. Memang ada beberapa penyedia kredit konvensional yang melakukan hal seperti ini di beberapa negara bagian, tetapi pemberian kontrak tanpa jaminan dilakukan oleh semua lembaga penyedia KPR syariah di setiap negara bagian di mana mereka beroperasi. Jadi meski harga rumah tersebut jatuh jauh di bawah nilai kredit yang diberikan, lembaga penyedia KPR syari’ah tidak bisa menyita aset lain yang dipunyai pemilik rumah.
Lembaga pembiayaan syari’ah juga terbukti lebih suka untuk menjadwal ulang kredit daripada melakukan penyitaan. Tiga lembaga pembiayaan syariah terbesar di Amerika Serikat melaporkan, misalnya, bahwa “tingkat kasus gagal bayar kredit syari’ah kurang dari setengah kasus gagal bayar kredit konvensional”.
Tak hanya menampilkan kasus penyitaan rumah yang rendah, kesediaan untuk menjadwal ulang kredit, serta berfungsinya lembaga pembiayaan yang relatif kecil (investasi tahunan ketiga lembaga keuangan syariah terbesar di AS ini masing-masing hanya mencapai kurang dari satu juta miliar dolar), lembaga pembiayan syariah juga merupakan cermin dari berfungsinya filosofi dasar kemitraan dan tanggung jawab bersama.
Mungkin sudah saatnya nilai etika dan agama masuk kembali ke dunia bisnis perbankan, khususnya dalam sektor pembiayaan rumah. Pada tahun 2009, ketika dunia mencari solusi untuk menyelesaikan krisis keuangan global dan keluarga-keluarga di Amerika mengkhawatirkan masalah pembiayaan rumah mereka, sektor pembiayaan syariah, seperti bisnis sukses lainnya, harus mengambil keuntungan dengan berbagi pengetahuannya dengan yang lain.
* Yusuf Talal DeLorenzo adalah kepala bagian pembiayaan syari’ah di Shariah Capital Inc di AS. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Salam
Alihozi http://alihozi77.blogspot.com
Bagi anda yang membutuhkan KPR Syariah BMI bisa menghubungi Ali Hp : 0813-882-364-05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar